Rabu, 30 Maret 2011

FREEMASONRY DI INDONESIA

mengalirnya orang-orang Yahudi ke Nusantara bersamaan waktunya dengan kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke tanah kita yang kaya raya ini. Mereka datang secara bergelombang dan kemudian mendirikan Freemasonry (Vrijmetselaaren), di mana banyak Gubernur Jenderal VOC menjadi tokohnya. Loji-loji Freemasonry berdiri dari Kutaraja-Aceh sampai Makassar-Sulawesi Selatan.

Di tahun 1945-1950an, loji-loji Freemasonry oleh kaum pribumi disebut pula sebagai “Rumah Setan” disebabkan ritual kaum Freemason selalu melakukan pemanggilan arwah orang mati. Lama-kelamaan hal ini mengusik istana, sehingga pada Maret 1950, Presiden Soekarno memanggil tokoh-tokoh Freemasonry Tertinggi Hindia Belanda yang berada di Loji Adhucstat (sekarang Gedung Bappenas-Menteng) untuk mengklarifikasi hal tersebut. Di depan Soekarno, tokoh-tokoh Freemasonry ini mengelak dan menyatakan jika istilah “Setan” mungkin berasal dari pengucapan kaum pribumi terhadap “Sin Jan” (Saint Jean) yang merupakan salah satu tokoh suci kaym Freemasonry. Walau mereka berkelit, namun Soekarno tidak percaya begitu saja.

Akhirnya, Februari 1961, lewat Lembaran Negara nomor 18/1961, Presiden Soekarno membubarkan dan melarang keberadaan Freemasonry di Indonesia. Lembaran Negara ini kemudian dikuatkan oleh Keppres Nomor 264 tahun 1962 yang membubarkan dan melarang Freemasonry dan segala “derivat”nya seperti Rosikrusian, Moral Re-armament, Lions Club, Rotary Blub, dan Baha’isme. Sejak itu, loji-loji mereka disita oleh negara.

Namun 38 tahun kemudian, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Keppres nomor 264/1962 tersebut dengan mengeluarkan Keppres nomor 69 tahun 2000 tanggal 23 Mei 2000. Sejak itulah, keberadaan kelompok-kelompok Yahudi seperti Organisasi Liga Demokrasi, Rotary Club, Divine Life Society, Vrijmetselaren-Loge (Loge Agung Indonesia) aau Freemasonry Indonesia, Moral Rearmament Movement, Ancient Mystical Organization Of Rosi Crucians (AMORC) dan Organisasi Baha’i menjadi resmi dan sah kembali di Indonesia.

Tindakan Abdurrahman Wahid yang memang dikenal sebagai pelayan kepentingan Zionis di Indonesia jelas-jelas menusuk umat Islam Indonesia. Gereja Vatikan saja sudah lama mengharamkan anggotanya untuk menjadi anggota organisasi-organisasi ini dan menyatakan jika ada anggota Gereja Vatikan yang masuk menjadi angota maka dia dianggap telah keluar dari Kekristenan. Berbagai Papal Condemnation dikeluarkan untuk hal ini, salah satunya Humanus Genus yang dikeluarkan Paus Leo XIII di tahun 1884.

Sungguh ironis, Keppres no 69/2000 tersebut sampai sekarang masih saja berlaku dan belum dicabut. Para wakil rakyat di era reformasi ternyata sangat jahil terhadap masalah-masalah ini sehingga tidak perduli dengan hal-hal yang prinsipil dan merusak akidah Islam, walau banyak dari wakil rakyat kita yang mengaku sebagai pejuang Islam. Salah satu tragedi bangsa ini adalah ketika diserahkannya pengelolaan migas Blok Cepu kepada Exxon Mobile, salah satu perusahaan yang terkenal sebagai donatur Zionisme. Tindakan gila ini malah mendapat dukungan dari parpol Islam. Hanya ada dua alasan untuk hal ini: Mereka jahil atau kepentingan duniawi telah mengalahkan kepentingan dakwah itu sendiri. Naudzubillah min dzalik!

Sepanjang Keppres nomor 69 tahun 2000 masih berlaku, maka sepanjang itulah organisasi-organisasi Zionis-Yahudi sah dan legal keberadaannya di bumi Indonesia. Kita sedih, memang. Namun itulah kenyataan yang ada di depan mata. Pada ngapain aja para anggota legislatif dari partai Islam di Senayan jika hal yang kecil seperti itu saja tidak perduli?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar