Selasa, 22 Maret 2011

BANJARMASIN

Banjarmasin adalah kota kelahiran saya, kota paling berkesan bagi saya , kota dimana saya merasakan indahnya masa kecil, berwarnanya masa remaja. walau saya bukan orang asli Banjarmasin, saya adalah orang berdarah ponorogo.

dengan bangga saya persembahkan....


BANJARMASIN

Kota Banjarmasin adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota dari provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.
Nama asli kota Banjarmasin adalah Banjar-Masih, pada tahun 1664 Belanda menulisnya Banjarmasch atau Banzjarmasch.[2]
Penyebutan Banjarmasin yang pernah digunakan:
  • Bandjermassing
  • Bandjer Massing
  • Banjermassing
  • Banjarmassing[3]
  • Bandjarmassingh[4]
  • Bandjermasin[5]
  • Bandjermassin[6]
  • Banjermassin[7]
  • Banjir Massin
  • Banjar Massin[8]
  • Banjarmassin[9]
  • Banjarmassim[10]
  • Banjarmatsin
  • Bandjarmassin[11][12]
  • Bandjar Masin[13]
  • Nama lain kota Banjarmasin adalah kota Tatas diambil dari nama pulau Tatas, yaitu delta yang membentuk wilayah kecamatan Banjarmasin Barat dan sebagian Banjarmasin Tengah yang dahulu sebagai pusat pemerintahan Residen Belanda.[14]
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan saat ini sedang mempersiapkan perpindahan pusat pemerintahan (kantor gubernur) ke kota Banjarbaru yang berlokasi pada daratan yang lebih tinggi di sebelah tenggara kota Banjarmasin. Lima daerah meliputi Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut sedang dipersiapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum sebagai calon kota metropolitan yang ke-9[15][16] yang dinamakan Wilayah Metropolitan Banjar Bakula[17]

[sunting] Geografis

[sunting] Letak

Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32' Bujur Timur, ketinggian tanah berada pada 0,16 m di bawah permukaan laut dan hampir seluruh wilayah digenangi air pada saat pasang. Kota Banjarmasin berlokasi di sisi timur sungai Barito. Letak Kota Banjarmasin nyaris di tengah-tengah Indonesia.
Kota Banjarmasin dibelah oleh sungai Martapura dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut Jawa, sehingga berpengaruh kepada drainase kota dan memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana transportasi air, pariwisata, perikanan dan perdagangan.
Menurut data statistik 2001 dari seluruh luas wilayah Kota Banjarmasin yang kurang lebih 72 km² ini dapat dipersentasikan bahwa peruntukan tanah saat sekarang adalah lahan tanah pertanian 3.111,9 ha, perindustrian 278,6 ha, jasa 443,4 ha, pemukiman adalah 3.029,3 ha dan lahan perusahaan seluas 336,8 ha. Perubahan dan perkembangan wilayah terus terjadi seiring dengan pertambahan kepadatan penduduk dan kemajuan tingkat pendidikan serta penguasaan ilmu pengetahuan teknologi.

[sunting] Fungsi dan penggunaan tanah

Tanah aluvial yang didominasi struktur lempung adalah merupakan jenis tanah yang mendominasi wilayah Kota Banjarmasin. Sedangkan batuan dasar yang terbentuk pada cekungan wilayah berasal dari batuan metaforf yang bagian permukaan ditutupi oleh kerakal, kerikil, pasir dan lempung yang mengendap pada lingkungan sungai dan rawa.
Penggunaan tanah di Kota Banjarmasin tahun 2003 untuk lahan pertanian seluas 2.962,6 ha, industri 278,6 ha, perusahaan 337,3 ha, jasa 486,4 ha dan tanah perumahan 3.135,1 ha. Dibandingkan dengan data tahun-tahun sebelumnya lahan pertanian cenderung menurun, sementara untuk lahan perumahan mengalami perluasan sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk.[18]Luas optimal Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebuah kota adalah 30% dari luas kota,[19] sedangkan kota Banjarmasin hanya memiliki 10 sampai 12% RTH saja.[20]

[sunting] Iklim

Kota Banjarmasin beriklim tropis dimana angin muson barat bertiup dari Benua Asia melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin dari Benua Australia adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.
Curah hujan yang turun rata-rata per tahunnya kurang lebih 2.400 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600-3.500 mm, jumlah hari hujan dalam setahun kurang lebih 150 hari dengan suhu udara yang sedikit bervariasi, sekitar 26 °C.
Kota Banjarmasin termasuk wilayah yang beriklim tropis. Angin Muson dari arah Barat yang bertiup akibat tekanan tinggi di daratan Benua Asia melewati Samudera Hindia menyebabkan terjadinya musim hujan, sedangkan tekanan tinggi di Benua Australia yang bertiup dari arah Timur adalah angin kering pada musim kemarau. Hujan lokal turun pada musim penghujan, yaitu pada bulan-bulan November–April. Dalam musim kemarau sering terjadi masa kering yang panjang. Curah hujan tahunan rata-rata sampai 2.628 mm dari hujan per tahun 156 hari. Suhu udara rata-rata sekitar 25 °C - 38 °C dengan sedikit variasi musiman. Fluktuasi suhu harian berkisar antara 74-91%, sedangkan pada musim kemarau kelembabannya rendah, yaitu sekitar 52% yang terjadi pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober.

Siring tepian sungai Martapura di depan Masjid Raya Sabilal Muhtadin (bekas Benteng Tatas) merupakan waterfront Banjarmasin

[sunting] Batas wilayah

Letak kota Banjarmasin di sebelah selatan provinsi Kalimantan Selatan berbatasan dengan:
Utara Kabupaten Barito Kuala
Selatan Kabupaten Banjar
Barat Kabupaten Barito Kuala
Timur Kabupaten Banjar

[sunting] Wilayah Administratif dan Jumlah Penduduk


Pasar tradisional di Banjarmasin pada zaman Belanda.
Kota Banjarmasin terdiri atas 5 kecamatan, yaitu:
  1. Banjarmasin Barat: 13,37km²
  2. Banjarmasin Selatan: 20,18 km²
  3. Banjarmasin Tengah: 11,66 km²
  4. Banjarmasin Timur: 11,54 km²
  5. Banjarmasin Utara: 15,25 km²
Jumlah penduduk di wilayah ini dapat diperincikan sebagai berikut:
Tabel Jumlah Penduduk Banjarmasin tahun 2002[21]
Nomor Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
1 Banjarmasin Selatan 20,18 126.313 6.259
2 Banjarmasin Timur 11,54 99.453 8.618
3 Banjarmasin Barat 13,37 125.918 9.418
4 Banjarmasin Tengah 11,66 96.348 8.262
5 Banjarmasin Utara 15,25 79.383 5.205

[sunting] Perguruan Tinggi

Perguruan Tinggi yang ada di Kota Banjarmasin antara lain:

[sunting] Media

[sunting] Radio

[sunting] Surat Kabar Harian

[sunting] Televisi Lokal


Gedung TVRI Stasiun Kalimantan Selatan

[sunting] Rumah Ibadah

Jumlah rumah ibadah yang ada di kota ini adalah:
  • Masjid 141 buah
  • Musholla 155 buah
  • Langgar 717 buah
  • Gereja Protestan 19 buah
  • Balai Jemaat 1 buah
  • Gereja Katolik 3 buah
  • Kapel 1 buah
  • Pura 1 buah
  • Vihara 8 buah
Rumah ibadah yang cukup terkenal di Banjarmasin, diantaranya:

[sunting] Suku bangsa

Menjelang perang Banjarmasih-Negara Daha, penduduk Banjarmasin hanya 5.000 ditambah 1.000 pedagang berhadapan dengan tiga laksa (30.000) penduduk Negara Daha, belakangan dengan tambahan pasukan asing Banjarmasih memiliki empat laksa personil pasukan. Pasca Perang Banjarmasih-Negara Daha tahun 1526, penduduk Banjarmasin terdiri atas penduduk yang lama, penduduk yang diangkut dari Negara Daha dan Bandar Muara Bahan serta penduduk yang datang belakangan.[22] Perang Makassar (1660-1669) menyebabkan banyak pedagang (Melayu-Bugis) pindah dari Somba Opu, pelabuhan kesultanan Gowa ke Banjarmasin.[23] Pasca Perang Banjar-Inggris II tahun 1707, orang Tionghoa mulai menetap di Banjarmasin.[24] Valentyn melaporkan bahwa penduduk Kesultanan Banjarmasin pada tahun 1720 berjumlah sekitar 7.000 jiwa, sedangkan pada tahun 1780 menurut laporan Radermacher berjumlah sekitar 8.500 jiwa (2.000 jiwa di kota Banjarmasin) yang terdiri massa campuran orang Jawa, Makassar, Bugis dan orang Melayu dari Johor, Minangkabau dan Palembang, namun mayoritas penduduk pada masa itu adalah orang Jawa.[25] Dewasa ini suku asli di kota ini adalah suku Banjar dan suku Dayak Bakumpai (orang Berangas).
Suku bangsa di kota ini antara lain:[26]
No. Suku Bangsa Jumlah
1 Suku Banjar 417.309 jiwa
2 Suku Jawa 56.513 jiwa
3 Suku Madura 12.759 jiwa
4 Suku Bukit (Dayak Meratus) 7.836 jiwa
5 Suku Bugis 2.861 jiwa
6 Suku Sunda 2.319 jiwa
7 Suku Bakumpai 1.048 jiwa
8 Suku Mandar 105 jiwa
9 Suku-suku lainnya 26.500 jiwa
Suku-suku lainnya adalah:
Keberadaan suku-suku ini ditandai dengan adanya rumah ibadah yang berlatang belakang suku-suku tersebut.

[sunting] Obyek Wisata


Pasar Lima di Banjarmasin

Plaza Posindo Banjarmasin

[sunting] Sejarah

[sunting] Tahun 1526-1860

[sunting] Tahun 1900-2005


Rumah orang Belanda di Banjarmasin (tahun 1900-an)

[sunting] Banjarmasin di Masa Kesultanan Banjar

[sunting] Oloh Masih


Perahu Tambangan bersampung bengkok (melengkung) yang sekarang sudah punah
Banjarmasih adalah nama kampung yang dihuni suku Melayu. Kampung ini terletak di bagian utara muara sungai Kuin, yaitu kawasan Kelurahan Kuin Utara dan Alalak Selatan saat ini. Kampung Banjarmasih terbentuk oleh lima aliran sungai kecil, yaitu sungai Sipandai, sungai Sigaling, sungai Keramat, sungai Jagabaya dan sungai Pangeran yang semuanya bertemu membentuk sebuah danau. Kata banjar berasal dari bahasa Melayu yang berarti kampung atau juga berarti berderet-deret sebagai letak perumahan kampung berderet sepanjang tepian sungai. Banjarmasih berarti kampung orang-orang Melayu, sebutan dari dari orang Ngaju (suku Barangas) yang menghuni kampung-kampung sekitarnya.
Penduduk Banjarmasih dikenal sebagai Oloh Masih yang artinya orang Melayu, sebutan oleh Oloh Ngaju (oloh = orang, ngaju = hulu) tersebut. Pemimpin masyarakat Oloh Masih disebut Patih Masih yang nama sebenarnya tidak diketahui. Menurut Hikayat Banjar, ketika menjadi ibukota kerajaan (1520), Banjarmasin memiliki pelabuhan perdagangan yang disebut Bandar yang letaknya di tepi sungai Martapura di sebelah hulu dari muara sungai Kelayan.[rujukan?]

[sunting] Keraton Banjarmasih 1526-1612


Rumah Adat Kota Banjarmasin
Pada abad ke-16 muncul Kerajaan Banjarmasih dengan raja pertama Raden Samudera, seorang pelarian yang terancam keselamatannya oleh pamannya Pangeran Tumenggung yang menjadi raja Kerajaan Negara Daha sebuah kerajaan Hindu di pedalamam (Hulu Sungai). Kebencian Pangeran Tumenggung terjadi ketika Maharaja Sukarama masih hidup berwasiat agar cucunya Raden Samudera yang kelak menggantikannya sebagai raja. Raden Samudera sendiri adalah putra dari Puteri Galuh Intan Sari, anak perempuan Maharaja Sukarama. Atas bantuan Arya Taranggana, mangkubumi negara Daha, Raden Samudera melarikan diri ke arah hilir sungai Barito yang kala itu terdapat beberapa kampung diantaranya kampung Banjarmasih.
Patih Masih dan para patih (kepala kampung) sepakat menjemput Raden Samudera yang bersembunyi di kampung Belandean dan setelah berhasil merebut Bandar Muara Bahan di daerah Bakumpai, yaitu bandar perdagangan negara Daha dan memindahkan pusat perdagangan ke Banjarmasih beserta para penduduk dan pedagang, kemudian menobatkan Raden Samudera menjadi raja dengan gelar Pangeran Samudera. Hal ini menyebabkan peperangan dan terjadi penarikan garis demarkasi dan blokade ekonomi dari pantai terhadap pedalaman. Pangeran Samudera mencari bantuan militer ke berbagai wilayah pesisir Kalimantan, yaitu Kintap, Satui, Swarangan, Asam Asam, Laut Pulo, Pamukan, Pasir, Kutai, Berau, Karasikan, Biaju, Sebangau, Mendawai, Sampit, Pembuang, Kota Waringin, Sukadana, Lawai dan Sambas. Hal ini untuk menghadapi Kerajaan Negara Daha yang secara militer lebih kuat dan penduduknya kala itu lebih padat. Bantuan yang lebih penting adalah bantuan militer dari Kesultanan Demak yang hanya diberikan kalau raja dan penduduk memeluk Islam. Kesultanan Demak dan dewan Walisanga kala itu sedang mempersiapkan aliansi strategis untuk menghadapi kekuatan kolonial Portugis yang memasuki kepulauan Nusantara dan sudah menguasai Kesultanan Malaka.
Sultan Trenggono mengirim seribu pasukan dan seorang penghulu Islam, yaitu Khatib Dayan yang akan mengislamkan raja Banjarmasih dan rakyatnya. Pasukan Pangeran Samudera berhasil menembus pertahanan musuh. Mangkubumi Arya Taranggana menyarankan rajanya daripada rakyat kedua belah pihak banyak yang menjadi korban, lebih baik kemenangan dipercepat dengan perang tanding antara kedua raja. Tetapi pada akhirnya Pangeran Tumenggung akhirnya bersedia menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera.
Dengan kemenangan Pangeran Samudera dan diangkutnya rakyat negara Daha (orang Hulu Sungai) dan penduduk Bandar Muara Bahan (orang Bakumpai) maka muncullah kota baru, yaitu Banjarmasih yang sebelumnya hanya sebuah desa yang berpenduduk sedikit. Pada 24 September 1526 bertepatan tanggal 6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah (1526-1550). Rumah Patih Masih dijadikan keraton, juga dibangun paseban, pagungan, sitilohor (sitihinggil), benteng, pasar dan masjid (Masjid Sultan Suriansyah). Muara sungai Kuin ditutupi cerucuk (trucuk) dari pohon ilayung untuk melindungi keraton dari serangan musuh. Di dekat muara sungai Kuin terdapat rumah syahbandar, yaitu Goja Babouw Ratna Diraja seorang Gujarat.[29]

[sunting] Banjarmasih Sesudah Tahun 1612

Kerajaan Banjarmasih berkembang pesat, Sultan Suriansyah digantikan anaknya Sultan Rahmatullah 1550-1570, selanjutnya Sultan Hidayatullah 1570-1620 dan Sultan Musta'inbillah 1520-1620. Untuk memperkuat pertahanan terhadap musuh, Sultan Mustainbillah mengundang Sorang, yaitu panglima perang suku Dayak Ngaju beserta sepuluh orang lainnya untuk tinggal di keraton. Seorang masuk Islam dan menikah dengan adik sultan, kemunkinan dia masih kerabat dari isteri Sultan, yaitu Nyai Siti Diang Lawai yang berasal dari kalangan suku Dayak. Tahun 1596, Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten. Hal ini dibalas ketika ekspedisi Belanda yang dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin tanggal 7 Juli 1607.
Pada tahun 1612, armada Belanda tiba di Banjarmasih untuk membalas atas ekspedisi tahun 1607. Armada ini menyerang Banjarmasih dari arah pulau Kembang dan menembaki Kuin ibukota Kesultanan Banjar sehingga Banjar Lama atau kampung Keraton dan sekitarnya hancur, sehingga ibukota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke Martapura. Walaupun ibukota kerajaan telah dipindahkan tetapi aktivitas perdagangan di pelabuhan Banjarmasih tetap ramai. Menurut berita dinasti Ming tahun 1618 menyebutkan bahwa terdapat rumah-rumah di atas air yang dikenal sebagai rumah Lanting (rumah rakit) hampir sama dengan apa yang dikatakan Valentijn. Di Banjarmasin banyak sekali rumah dan sebagian besar mempunyai dinding terbuat dari bambu (bahasa Banjar: pelupuh) dan sebagian dari kayu. Rumah-rumah itu besar sekali, dapat memuat 100 orang, yang terbagi atas kamar-kamar. Rumah besar ini dihuni oleh satu keluarga dan berdiri di atas tiang yang tinggi. Menurut Willy, kota Tatas (Banjarmasin) terdiri dari 300 buah rumah. Bentuk rumah hampir bersamaan dan antara rumah satu dengan lainnya yang dihubungkan dengan titian. Alat angkutan utama pada masa itu adalah jukung atau perahu.
Selain rumah-rumah panjang di pinggir sungai terdapat lagi rumah-rumah rakit yang diikat dengan tali rotan pada pohon besar di sepanjang tepi sungai. Kota Tatas merupakan sebuah wilayah yang dikelilingi sungai Barito, sungai Kuin dan Sungai Martapura seolah-olah membentuk sebuah pulau sehingga dinamakan pulau Tatas. Di utara Pulau Tatas adalah Banjar Lama (Kuin) bekas ibukota pertama Kesultanan Banjar, wilayah ini tetap menjadi wilayah Kesultanan Banjar hingga digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860. Sedangkan pulau Tatas dengan Benteng Tatas (Fort Tatas) menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda yang sekarang menjadi pusat kota Banjarmasin saat ini. Nama Banjarmasih, oleh Belanda lama kelamaan diubah menjadi Banjarmasin. Kota Banjarmasin modern mencakup pulau Tatas, Kuin dan daerah sekitarnya.[rujukan?]

[sunting] Banjarmasin di Masa Kolonial

Kesultanan Banjar dihapuskan Belanda pada tanggal 11 Juni 1860, merupakan wilayah terakhir di Kalimantan yang masuk ke dalam Hindia Belanda, tetapi perlawanan rakyat di pedalaman Barito baru berakhir dengan gugurnya Sultan Muhammad Seman pada 24 Januari 1905. Kedudukan golongan bangsawan Banjar sesudah tahun 1864, sebagian besar hijrah ke wilayah Barito mengikuti Pangeran Antasari, sebagian lari ke rimba-rimba, antara lain hutan Pulau Kadap Cinta Puri, sebagian kecil dengan anak dan isteri dibuang ke Betawi, Bogor, Cianjur dan Surabaya, sebagian mati atau dihukum gantung. Sementara sebagian kecil menetap dan bekerja dengan Belanda mendapat ganti rugi tanah, tetapi jumlah ini amat sedikit.[30]

[sunting] Struktur Pemerintahan 1898

Pada tahun 1898 Belanda kemudian mengangkat seorang Residen yang berkedudukan di Banjarmasin, yaitu C.A. Kroesen dengan dibantu oleh:
  • Sekretaris: E.J. Gerrits
  • Commies (komis): G.J. Mallien
  • Commies (komis) ke-2: F.N. Messchaert
  • Landmeter en rooi meester: G.J. Beaupain.
Sedangkan dalam Afdeeling Banjarmasin, struktur kepemimpinannya adalah:
  • Asisten Residen: E.B. Masthoff
  • Kepala polisi: C.W.H. Born
  • Ronggo: Kiahi Mas Djaja Samoedra
  • Luitenants der Chinezen: The Sin Yoe dan Ang Lim Thay
  • Kapitein der Arabieren: Said Hasan bin Idroes Al Habesi[31]
Setiap kampung Belanda dipimpin Wijkmeester, seperti:
  • Kampung Litt. A oleh G.J. Mallien
  • Kampung Litt. B oleh R.R. Hennemann
  • Kampung Litt. C oleh K.F. Pereira
  • Kampung Litt. D oleh G. Weidema
  • Kampung Litt. E oleh H.G.A. Henevelt[30]

[sunting] Masyarakat Kolonial yang Pluralistik

Ekspansi modal dan teritorial setelah tahun 1870 diikuti dengan imigrasi intelek Belanda dan pengusaha hingga muncullah "enclave masyarakat bule" sebagai pusat kebudayaan Barat di tengah masyarakat Banjar yang muslim dan tradisional. Masyarakat kolonial yang pluralistik dengan ciri adanya pemisahan warna kulit antara penguasa dengan rakyat yang dikuasai, adanya sub ordinasi politik serta ketergantungan ekonomi dan ekslusivisme setiap golongan hidup terpisah dan merasa lebih unggul dari yang lainnya. Dengan bertambah penduduk kulit putih yang berkuasa politis dan ekonomi atas suatu kota, timbullah hasrat untuk mengatur urusan sendiri lebih bebas dari ketentuan pemerintah kolonial. [30]
Masyarakat kulit putih diberi keleluasan untuk mengatur kepentingan kelompok mereka melalui sebuah Dewan Gemeente. Masyarakat Eropa ini akhirnya berhasil membentuk pemerintahan Eropa untuk orang Eropa, adanya seorang Burgemeester kota di samping Residen yang sudah ada di dalam Karesidenan Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo. Stijl hidup Barat pun ikut terbawa. Bahasa Belanda menjadi bahasa golongan yang terpelajar dan lapisan atas. Perkembangan modernisasi kota Banjarmasin dengan pusat-pusat perkantoran, bank, firma-firma Belanda, gereja, jalanan kampung Belanda, pasar, alun-alun, sungai dengan jembatan ringkap. Tumbuhnya kebudayaan Barat di dalam tubuh kebudayaan Banjar yang tradisional dengan kontak yang saling mempengaruhi dan memberikan stimulans, akulturasi dan enkulturasi. [30]
Di lingkungan priyayi baru, kelompok kiai dan pegawai pemerintah bumiputera yang mendapat didikan Belanda merasa status sosialnya lebih tinggi dari pada masyarakat biasa. Pakaian barat dan bahasa Belanda menjadi ciri khas orang berpendidikan. Dalam masyarakat tradisional, tuan guru yaitu para ulama sangat dihormati karena kharisma dan pengetahuan agamanya. Naik haji merupakan keinginan yang kuat karena status haji dapat mengubah status sosial dan pandangan umum, ditambah lagi dengan kombinasi pengetahuan agama dan kekayaan yang dimiliki dari perdagangan dan pertanian. Lambat laun difusi budaya modern mendesak yang tradisional, misalnya bentuk dan jenis pakaian mulai berubah baik pada pria maupun wanita, pemakaian gramofoon dengan lagu klasik dan kroncong, film bisu, sandiwara, tonil dan radio menggeser gamelan Banjar, tari topeng, Wayang Kulit Banjar dan Wayang Gung. [30]

[sunting] Gemeente Raad 1919

Penghibahan otonomi yang pertama kepada masyarakat kulit putih di Banjarmasin tercantum dalam Lembaran Negara Hindia Belanda tahun 1919 nomor 252, tertanggal 1 Juli 1919. Gemeente Raad Banjarmasin beranggotakan 13 orang, yaitu 7 orang Eropa, 4 bumiputera dan 2 Timur Asing.
Dewan ini diketuai: P.J.F.D. Van De Riveira (Asisten Residen Afdeeling Banjarmasin), dengan anggota:
  • Pangeran Ali
  • Amir Hasan Bondan
  • B.J.F.E. Broers
  • A.H. Dewald
  • H.M.G. Dikshoorn
  • Mr. L.C.A. Van Eldick Theime
  • Hairul Ali
  • H.H. Gozen
  • Lie Yauw Pek
  • Mohammad Lelang
  • J. Stofkoper
  • Tjie San Tjong
  • J.C. Vergouwen
  • dan Sekretaris: G. Vogel
Walaupun pada kulitnya pembentukan Gemeente Banjarmasin dan Gemeente Raad menyangkut segi politik semua golongan masyarakat Banjarmasin, dalam pelaksanaan selanjutnya meliputi segi-segi kepentingan golongan kulit putih semata, kepentingan pemnerintah dan pengusaha Belanda, pendidikan anak-anak kulit putih, rekreasi kulit putih, kebersihan kota, penerangan, air minum dan sebagainya seperti terlihat pada jalanan kampung Belanda (Resident de Haanweg). [30]

[sunting] Ibukota Borneo 1938

Selanjutnya tahun 1938, Kalimantan menjadi gouvernorment Borneo yang terdiri dari Karesidenan Borneo Barat dan Karesidenan Selatan serta Timur Borneo yang beribukota di Banjarmasin dengan Gubernur A. Haga. Gemeente Banjarmasin ditingkatkan dengan Stads Gemeente Banjarmasin. Sejak adanya Provincial Raad (Banjar Raad) mulai Agustus 1938, wakil Kalimantan dalam Volksraad adalah Pangeran Muhammad Ali, selanjutnya digantikan oleh anaknya, yaitu Ir. Pangeran Muhammad Noor (1935-1938), kemudian digantikan Mr. Tajuddin Noor (1938-1942). [30]

[sunting] AVC Membumihanguskan Banjarmasin 8 Februari 1942

Masuknya Jepang dari Kalimantan Timur ke wilayah Kalimantan Selatan tanggal 6 Februari 1942 di Bongkang. Tanggal 8 Februari 1942, tiga buah kapal KPM masuk Banjarmasin untuk evakuasi massa Belanda ke pulau Jawa. Pada saat kapal terakhir berangkat, Algemene Vernielings Corps (AVC), yaitu korps perusak melaksanakan tugas bumi hangus agar fasiltas yang ada tidak digunakan oleh Jepang, Banjarmasin menjadi lautan api.
Banjarmasin bergetar oleh ledakan dinamit yang keras. Gubernur A. Haga dan pejabat terasnya lari ke Kuala Kapuas, selanjutnya ke Puruk Cahu dalam rencana perang gerilya untuk kelak merebut Banjarmasin kembali yang sudah tentu tidak mungkin didukung oleh rakyat jajahan. Apa yang tertinggal dari kebanggaan Kompeni tidak ada lagi. Kerusuhan menjalar, terjadi penjarahan terhadap gudang-gudang firma dan rumah Belanda, pertokoan dan Grand Hotel. Pasar Baru terbakar pada malam harinya. [30]

[sunting] Jepang Menduduki Banjarmasin 1942-1945

Dengan persetujuan walikota H. Mulder, orang-orang Indonesia membentuk pemerintahan Pimpinan Pemerintahan Civil (PPC), diketuai Mr. Roesbandi. Tanggal 10 Februari 1942, walikota Banjarmasin H. Mulder, Ruitenberg (Kepala Polisi) dan Muelmans menjalani hukuman tembak oleh bala tentara Jepang di tepi Jembatan Coen yang telah diputus AVC, mayatnya dibuang ke sungai Martapura. Disusul 3 orang Belanda dan 3 Tionghoa dipancung juga. Di Telawang, Luth (konteler Tanjung), inspektur Labrijn, Balk (konteler Pleihari) dan H.J. Honning (pegawai rubberisteriksi) dipancung dan mayatnya dibiarkan bergelimpangan untuk menakuti rakyat. Pada tanggal 12 Februari 1942, Jepang mengeluarkan maklumat, Banjarmasin dan daerahnya dibawah PPC. Para Kiai (kepala distrik) diangkat kembali ke posnya masing-masing. [30]
Tanggal 17 Maret 1942, Jepang membawa Kapten van Epen kembali ke Puruk Cahu untuk melucuti dan melakukan penyerahan diri pihak militer dan pemerintahan sipil Belanda. Tanggal 18 Maret 1942, Kiai Pangeran Musa Ardi Kesuma diangkat sebagai Ridzie membawahi daerah Banjarmasin, Hulu Sungai dan Kapuas-Barito serta wakil Ridzie ditunjuk dr. Sosodoro Djatikoesoemo, sedangkan Wakil Ketua "Gemeente Banjarmasin" yang disebut Haminta adalah Mr. Roesbandi. Para tawanan orang Belanda yang dijemput dari Puruk Cahu dimasukan ke barak Benteng Tatas, wanita dan anak-anak ditahan di bekas rumah opsir menghadap Ringweg (Jl. Loji). Semua terjadi bawah tontonan rakyat yang menghinanya. Masyarakat kelas atas yang tadinya memerintah diperlakukan sebagai paria oleh Jepang. Hidup dalam kamp konsentrasi dengan penderitaan dan kekurangan makanan. Dalam tawanan Dr. A. Haga sempat membuat rencana-rencana untuk pemulihan kekuasaan, tetapi akhirnya ketahuan Jepang. [30]
Pada bulan Mei 1942, semua pihak yang tersangkut sebanyak lebih dari 200 orang ditangkap dan akhirnya dibunuh Jepang diantaranya dr. Soesilo dan Santiago Pareira. Segala lapangan kehidupan masyarakat pada masa itu diawasi dengan ketat oleh Kempetai. Menjelang akhir kekuasaan Jepang, banyak romusha berupa manusia berkerangka berbalut kulit penuh koreng, para gadis belia asal Jawa maupun Kalimantan Selatan sendiri yang dijadikan jugun ianfu[30] seperti yang dialami Mardiyem (Momoye) dan Soetarbini (Miniko) yang didatangkan dari Yogyakarta ke Banjarmasin ketika berusia 13 tahun dipaksa dalam perbudakan seks. Sampai di ian jo Telawang mereka tempatkan dalam kamar-kamar yang bertuliskan nama-nama dalam bahasa Jepang, sepanjang hari melayani kebutuhan seks para militer dan sipir Jepang. Penderitaan Mardiyem selaku saksi hidup peristiwa tersebut telah dibukukan dalam Momoye Mereka Memanggilku. [32] Di Banjarmasin sedikitnya terdapat 3 buah ian jo (asrama jugun ianfu).

Hotel Grand Mentari Banjarmasin

[sunting] Lagu Daerah

  1. Kampung Batuah
  2. Talambat Badatang
  3. Pangeran Suriansyah
  4. Banua Banjar

[sunting] Wakil Rakyat di DPRD Banjarmasin 2009-2014

DPRD Banjarmasin terdiri atas 5 Daerah Pemilihan, yaitu:
Daerah Pemilihan Banjarmasin I (8 kursi)
Partai Politik Caleg Terpilih Keterangan
PKS Muhammad Fauzan -
PAN H.M. Faisal Hariyadi -
Golkar Matnor Ali F. -
PPP Hj. Jumiati, SH -
PDIP Suyato, SE, MM -
PBR Hj. Rinda Herliani, SE -
Demokrat M. Firmansyah -
Demokrat Sri Nurmaningsih -
Daerah Pemilihan Banjarmasin II (11 kursi)
Partai Politik Caleg Terpilih Keterangan
PKS Mathari, S.Ag. -
PAN Drs. H. Sastra H. -
PKB Yuriawati Zai Rose -
Golkar Ananda, S.Ked. -
PPP Arufah -
PDIP Hj. Mahrita, SE -
PBR Chandra Bayu -
PBR Mursyid -
Demokrat Totok Hariyanto, S.Pd. -
Demokrat Ruslan -
Demokrat Edhy Susantyo -
Daerah Pemilihan Banjarmasin III (7 kursi)
Partai Politik Caleg Terpilih Keterangan
Hanura Noval -
PKS Mushaffa Zakir, Lc -
PAN M. Dafik As'ad, SE, MM -
Golkar H. Iwan Rusmali, SH -
PBR M. Isnaini, SE -
Demokrat Bambang Yanto Permono -
Demokrat Dewi Sanjaya -
Daerah Pemilihan Banjarmasin IV (8 kursi)
Partai Politik Caleg Terpilih Keterangan
PKS Awan Subarkah, STP -
PAN Hj. Ismina Mawarni -
Golkar H. Abadi Noor Supit -
PPP Drs. Johansyah -
PDIP H. Rudi Naparin, ST -
PBR H. Zainal A. Husni -
Demokrat Abdul Gais -
Demokrat Hj. Ratna Juwita, RD -
Daerah Pemilihan Banjarmasin V (11 kursi)
Partai Politik Caleg Terpilih Keterangan
PKPB Agus Arya Sandy -
Gerindra Muhammad Fahmi -
PKS Aliansyah -
PAN H. Abdul Muis -
Golkar H.A. Rudiani, SE -
PPP Khairul Saleh, SE, MM -
PBB M. Ismail Ibrahim, SE -
PDIP Noorsiana Budiarsih -
PBR Andi Effendi, S.Pd. -
Demokrat Edy Yusuf -
 Demokrat Emma Chandra H. -                                                               sumber:wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar